
Pemimpin bisnis ibarat nakhoda yang mengarahkan laju kapal. Kemampuan sang nakhoda mengorkestrai semua elemen di kapal menjadi poin penting. Apalagi mengingat ketidakpastian badai tantangan yang menerjang di depan. Tantangan memang sulit diprediksi, tetapi pemimpin bias mendesain sebuah inovasi.
Kemampuan pemimpin untukmendesain inovasi kini menjadi agenda banyak perusahaan. Menurut Dekan dan Guru Besar Business Finance Prasetiya Mulya Business School School Prof. Djoko Wintoro PhD, banyak pendapat dari konsultan bisnis dunia yang mengungkapkan bahwa Business Design Innovation ( BDI ) sudah menjadi agenda besar para eksekutif top perusahaan. “Selama ini, inovasi bisnis hilang dalam agenda perusahaan karena mereka hanya fokus di inovasi produk dan proses,” ungkap Djoko.
Ketua Program Studi Magister Manajemen Prasetiya Mulya Business School (PMBS) Franky Supriyadi PhD menambahkan, BDI selalu mengupayakan cara-cara baru untuk menciptakan nilai tambah yang baru.
Djoko menuturkan, para pendatang baru biasa menggunakan BDI untuk bersaing. Mereka mengubah aturan main yang selama ini didominasi implementasi inovasi produk. Hal ini contohnya bisa dilihat inovasi ojek berbasis teknologi yang memberikan nilai baru terhadap ojek konvensional. Namun, bagaimana dengan perusahaan yang sudah stabil?
Perusahaan yang sudah stabil biasanya hanya fokus ke inovasi produk dan proses. Mereka biasanya bergantung pada bagian riset dan pengembangan. Menurut Djoko, ditingkat produk, inovasi yang dihasilkan bagian riset dan pengembangan sebenarnya hanya sedikit. Oleh sebab itu, dibutuhkan inovasi di semua lini.
Namun, inovasi saja ternyata tak cukup. Perusahaan butuh inovasi desain untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar. Namun, ukuran dari inovasi desain bukan hanya dilihat dari kebaruan, tetapi dilihat dari sejauh mana penerimaan pasar.
“Tingkat penerimaan pasar ditentukan oleh desain yang men-drive inovasi. Jadi, desain dan inovsi menjadi sebuah pasangan yang sejalan. Inovasi memberikan value, sedangkan desain menambah value,” jelas Djoko.
Untuk menjadi seorang arsitek BDI, dibutuhkan bebrapa karakter. Salah satunya yaitu memiliki cara pandang yang luas. Misalnya, seorang pemimpin tak hanya menguasai creative thinking, tetapi juga innovation thinking. Seorang arsitek BDI harus berpikir bahwa akan selalu ada cara-cara yang terbaru dan terbaik dalam berbisnis.
Istilah business model sudah cukup sering digunakan para pebisnis. Lalu, apa pebedaan antara business model dan business design? Franky menuturkan business model membrikan gambaran atas sesuatu yang sudah ada dab terkesan statis. Sementara itu business design lebih dinamis dan mengupayakan untuk menjawab persoalan yang ada. Di tempat berbeda, “ramuan” design bisa berbeda karena sifatnya dinamis.
“BDI harus melihat semua elemen untuk memastikan apa yang ditawarkan perusahaan bisa dirasakan manfaatnya kepada pasar. Misalnya dari segi kemudahan dalam mendapatkan, kecepatan mendapatkan manfaat serta keterjangkauan dari sisi harga. Arsitek BDI akan mengorkestrai semua elemen di perusahaan sehingga menjadi harmoni,” jelas Franky.
Dari segi sekolah bisnis, memasukkan konsep desain ke dalam program MBA baru dilakukan di Amerika Serikat pada 2003. Sementara itu, di Indonesia baru PMBS yang berinisiatif memasukkan BDI ke dalam program MM.
“Kebutuhan BDI akan sangat penting saat perubahan terjadi dengan cepat karena tak mungkin hanya mengandalkan inovasi produk dan proses. BDI akan menjadi diferensiasi dalam bisnis. Perbedaan ini bisa menjadi keunggulan bersaing.” Pungkas Djoko.
Sumber : Kompas, 30 Agustus 2015
Download to pdf: [klik di sini]