
Saya tujuh kali disela ketika menulis paragraf ini. Pertama, rekan kerja saya bertanya sedang mengerjakan apa. Kedua, editor yang ingin tahu kapan saya bisa menyerahkan tulisan ini. Lalu, telepon kantor saya berbunyi. Kemudian ada yang mengirim SMS. Saya mengecek e-mail... dua kali. Rekan kerja lain bertanya apa saya punya permen karet. Sekarang, saya berdebat dalam hati: mau menulis paragraf berikutnya atau mencari kudapan.
Sebuah studi yang dilakukan Microsoft tentang gangguan interupsi di kantor menemukan bahwa pekerja rata-rata mengalami empat kali interupsi per jam. Untuk setiap 30 detik gangguan, firma riset Basex mernperkirakan si pegawai butuh waktu lima menit untuk kembali fokus bekerja. Artinya, 22 menit terbuang tiap jam, yang menurut Basex setara dengan US$1 triliun kerugian produktivitas tiap tahunnya.
Pada saat yang sama, makin banyaknya beban kerja membuat kita merasa tak bisa menyelesaikan semuanya. "Penyebab utamanya teknologi," kata Tony Schwartz, pendiri program keseimbangan kehidupan kerja The Energy Project. Ironisnya, "terikat pada telepon dan komputer menguras energi kita karena harus selalu responsif."
Jadi, bagaimana mengubahnya? Saat ini ada lebih dari 1.000 buku di Amazon tentang cara meningkatkan produktivitas, termasuk buku berjudul Nutjob yang tampaknya ditulis seorang pekerja yang terlalu efisien. Selama seminggu saya mencoba beberapa teknik meningkatkan produktivitas., dan saya akan menceritakannya pada Anda. Setelah saya makan Oreo.
Oleh Claire Suddath
- Bersih-bersih inbox
Saran
Di tempat kerja, dalam sehari saya bisa menerima belasan e-mail yang sebenarnya tidak perlu saya baca. Pakar produktivitas Judith Glaser mengatakan itu buang-buang waktu, dan saya tidak seharusnya mengecek e-mail setiap hari. Saat saya bilang bos saya mungkin takkan suka kalau saya begitu, dia berkata, "Cek saja tiap satu atau dua jam tapi jangan pada jam-jam ketika Anda paling produktif."
Menurut Glaser, seharusnya tidak boleh ada e-mail yang belum dibaca di inbox saya, yang saat ini tampak seperti versi digital dari serial TV Hoarders. Ketika ada e-mail masuk (atau waktu saya sempat mengecek e-mail), saya harus segera menghapus, membalas, atau mengarsipnya untuk nanti ditindaklanjuti. Cara ini disebut sebagai "Inbox Zero".
Usaha
Dengan 960 e-mail yang belum terbaca di inbox pribadi saya, usaha mengosongkan inbox ini terkesan mustahil. Sayajustru menghapus secara acak 140 pesan yang belum terbaca dan berhenti. Tapi saya memang menghindari e-mail kerja selama beberapa jam nonstop.
Hasilnya?
Saya tidak yakin apakah mengabaikan e-mail membuat saya jadi lebih produktif, tapi berkurangnya alert yang terus-menerus muncul membuat saya jadi kurang tertekan. Dan, tampaknya tidak ada yang peduli kalau saya tidak segera membalasnya.
- Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Saran
Saya sering kali tersedot dalam pusaran video kucing di kantor, dan tampaknya itu bagus. Beberapa ilmuwan di Hiroshima University September lalu merilis sebuah studi yang menyimpulkan bahwa melihat binatang-binatang yang lucu membuat kita menjadi pekerja yang lebih fokus. "Kami rasa ini karena emosi positif yang muncul karena melihat sesuatu yang lucu dan menggemaskan," jelas Hiroshi Nittono, salah seorang pimpinan ilmuwan, dalam e-mail-nya.. Tips lain lagi dari Tony Schwartz: "Lakukan hal terpenting pagi-pagi sekali tanpa interupsi. Sebelum mengecek e-mail."
Usaha
Saya menulis artikel ini pagi hari setelah melihat foto-foto anak kucing. Mood saya jadi bagus. Dan, saya berhasil menyelesaikan banyak pekerjaan sebelum mengecek e-mail. Tapi saya tidak sepenuhnya terbebas dari gangguan, karena saya juga sempat mengecek Twitter dan Facebook.
Hasilnya?
Manfaat foto-foto kucing itu masih bisa diperdebatkan, tapi saya akan terus berusaha menyelesaikan tugas di pagi hari sebelum mengecek e-mail, karena itu benar-benar memulai hari saya dengan produktif.
- Mempertahankan energy sepanjang hari
Saran
Energy Project Schwartz bukan hanya cara untuk menjadi pekerja efisien ini sistem yang membantu Anda mencapai keseimbangan yang sehat antara kehidupan kerja dengan pribadi. Sebagian keseimbangan itu, kata Schwartz adalah mengetahui kapan harus istirahat. Tapi pada dasarnya saya duduk di depan meja seharian, yang menurut riset baru-baru ini berarti SAAT INI saya mungkin sedang menghasilkan banyak penggumpalan darah di kedua kaki saya. Schwartz tidak sependapat. "Klak-klik di komputer dan mengecek e-mail itu tidak termasuk istirahat," katanya. la balikan menyarankan untuk tidur siang.
Usaha
Ketika saya merasa kerja saya mulai melambat, saya keluar kantor dan berjalan-jalan di sekitar kawasan kantor. Saya pergi membeli kopi dan melakukan macam-macam. Saya masuk ke toko-toko di dekat kantor dan cuci mata
Hasilnya?
Memang benar. Saya merasa kembali bergairah dan ketika kembali ke kantor, Facebook tidak lagi memiliki daya tarik sekuat biasanya. Saya harus lebih sering berhenti bekerja. Demi kewarasan dan penggumpalan darah saya.
- Mengatur jam makan siang
Saran
Saya mernbawa bekal makan siang dan makan di meja kerja setiap hari. Menurut Schwartz ini bisa merusak produktivitas dan kesehatan saya (selama ini makan siang di meja kerja selalu dihubung-hubungkan dengan makan terlalu banyak). la menyarankan makan siang jauh dari kantor untuk "memperbarui energi". Yen Ha, seorang arsitek di New York dan pendukung aksi makan siang di luar, turut mengurus blog Lunch Studio. la memberitahu saya kalau makan siang di luar bisa memacu kreativitas. "Anda perlu keluar kantor dan melihat perubahan pemandangan," katanya. "Dapatkan hal yang berbeda selain komputer di depan mata."
Usaha
Hari pertama, saya membawa salad bekal saya ke taman terdekat dan menghabiskannya dalam tempo kurang dari 10 menit. Di pecan yang sama. saya menjadwalkan makan siang bersama mantan editor yang sekarang sudah pensiun. Kami bersantai-santai makan di restoran selarna 1,5 jam. Mantan editor itu memberitahu bahwa di zamannya, orang istirahat rnakan siang bisa sampai dua jam, dan sering kali sambil minum-minum. Saya rasa orang punya banyak waktu luang jika bekerja sebelum ada internet.
Hasilnya?
Saya merasa energi pulih kembali, sama seperti istirahat di tengah hari. Dan, saya akhirnya lebih memerhatikan apa yang dimakan orang lain.
- Menerapkan to-do-list
Saran
Teknik to-do list tak ubahnya seperti resep cara tiap orang sedikit berbeda-beda. Jika tidak ingin menyimpan daftar tertulis, dengan aplikasi gratis Remember the Milk, Anda bisa membuat daftar panjang di ponsel dan di internet. Bahkan akan mengirirn alert untuk membuat Anda merasa bersalah dan kemudian menyelesaikan tugas. Tapi,, apa yang seharusnya Anda tulis di daftar itu? Robert Pozen, pengarang buku baru Extreme Productivity, menyarankan pendekatan multilevel yang memadukan janji bertemu dan tugas harian dengan catatan tentang bagaimana semua itu bakal membantu Anda mencapai target yang lebih besar.
Usaha
Saya mencoba sebuah metode dari 43folders. com, yang menyarankan: apa yang tercantum dalam to-do list seharusnya target-target kecil dan bisa dilakukan dalam sekali duduk. Jadi, bukannya menambahkan "Menulis artikel" ke daftar saya, saya malah menulis "Latihan membuat to-do list”.
Hasilnya?
Hal-hal yang kecil lebih mudah dilakukan, memacu saya untuk melakukan hal-hal yang lebih besar lagi. Aplikasi Remember the Milk kurang membantu. Hanya butuh waktu sekitar 10 menit untuk menyusun daftarnya.
Jadi, apakah saya berhasil?
Meski ada signifikansi di hampir setiap teknik produktivitas yang saya coba, banyak yang sulit diterapkan. Saya ingin memanfaatkan waktu rehat yang semestinya, tapi saya tidak menjamin bisa keluar untuk makan siang. Saya bisa tetap menjaga agar inbox tetap rapi atau saya bisa bekerja dalam waktu 90 menit tanpa gangguan, tapi sepertinya tidak bisa melakukan keduanya sekaligus. Saya mengakui kegagalan saya pada Schwartz, yang menasihati agar saya tak perlu khawatir. "Itu karena masih belum menjadi ritual kehidupan Anda," katanya. "Saya sudah mengikuti peraturan 'Kerjakan Hal Terpenting Lebih Dulu' selama 10 tahun, dan saya masih belum bisa melakukannya dengan sempurna." Pada akhirnya, tidak penting bakal seperti apa to-do list saya asalkan saya merasa bahagia, tenang, dan bisa menyelesaikan semuanya. Dan, apakah saya berhasil menyelesaikan pekerjaan saya—maksudnya, tulisan ini? Kelihatannya selesai.
Sumber : Claire Suddath, Bloomberg Businessweek, Dunia Kerja, 15-21 November 2012
Download to pdf: [klik di sini]