Articles & News

Memperbaiki Diri Untuk Menghadapi PERSAINGAN

Share :
04/02/2016 08:56:19 WIB | Dibaca: 558 kali |

Pada era perekonomian global saat ini, tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki diri sendiri terus-menerus menghadapi persaingan yang demikian ketat dan terbuka. Pilihan ini karena negeri ini sudah membuka diri dan menjadi bagian dari tata pergaulan dan hubungan perekonomian dunia. Kecuali memilih untuk menutup diri dari tata pergaulan dan konektivitas global. Ini sama saja bunuh diri.

Hubungan perdagangan yang kian longgar berkenaan dengan kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. Juga bagian dari Masyarakat Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan aneka perjanjian dagang lainnya membuat Indonesia tidak bisa lain harus berbenah. Langkah ini agar membuat kemampuan bersaing Indonesia setara dengan negara-negara lain yang ikut dalam berbagai forum perekonomian itu.

Tidak bisa ditampik, memperbaiki diri mutlak karena Indonesia dari ukuran daya saing apa pun sangat jauh dai kesetaraan. Semisal sumbangan pariwisata Indonesia hanya sekitar 9 persen terhadap pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB), Malaysia 14,9 persen, dan Thailand 19,3 persen. Padahal, Indonesia penuh dengan aneka tujuan wisata, baik gunung, hutan, budaya, maupun bahari. Jauh lebih beragam dan unik dibandingkan dengan dua negara tetangga dan sesama anggota ASEAN itu.

Indeks daya saing pariwisata Indonesia tahun 2015 di level 50 dari 141 negara. Kalah kemampuan dibandingkan dengan Malaysia di level 25 dan Thailand di level 35. Alhasil, Malaysia dikunjungi 27,4 juta turis mancanegara, dan Thailand 24,8 juta turis. Mengapa tak seimbang? Tak lepas dari indeks daya saing yang pincang.

Infrastruktur yang mendukung pariwisata di negeri ini sangat ketinggalan. Tidak hanya untuk pariwisata, tetapi infrastruktur secara umum pun buruk. Tidak hanya turis asing yang enggan datang, tetapi perjalanan turis Nusantara ke tempat lain di negeri ini juga pincang. Padahal, setiap turis asing yang datang sedikitnya membelanjakan 1.200 dollar AS atau sekitar Rp 15 juta selama berada di negeri Nusantara ini. Sebuah dana yang besar dan berarti karena ada sekitar 9 juta-10 juta turis asing yang datang.

Memperbaiki diri sebuah keharusan. Pemerintah kini mulai memperbaiki berbagai infrastruktur. Kini daya saing infrastruktur mulai membaik. Berbagai langkah debirokratisasi dan penyederhanaan izin dan aturan juga dilakukan. Indeks kemudahan berbisnis di Indonesia langsung membaik. Diharapkan investasi asing langsung ataupun portofolio juga meningkat. Pasokan devisa juga bertambah dan nilai rupiah lebih terjaga pada posisi relatif kuat.

Dalam tata pergaulan ekonomi dan perdagangan dunia yang kian terhubung, sebuah sinergi dalam urusan memperbaiki diri ini harus dilakukan serentak dan bersama-sama. Deregulasi dan debirokratisasi tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga harus dilakukan di 34 provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah berniat mengembangkan dan memeratakan pembangunan ekonomi dengan mengembangkan 13 kawasan industri di luar Pulau Jawa. Ini agar industri terutama asing datang dan langsung bisa beroperasi.

Akan tetapi, tidak semua pemerintah daerah siap untuk mengembangkan kawasan industri ini. Hanya pimpinan daerah dengan misi dan visi yang kuat, dengan daya inovasi yang kental yang bisa mengakomodasi kehadiran kawasan industri ini. Karena ada keyakinan kuat, pengembangan industri di daerahnya bisa menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan perekonomian setempat. Hal itu juga akan menumbuhkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Perekonomian akan terus tumbuh berdampak.

Pada kondisi di mana harga komoditas turun, pasar komoditas yang lesu, tak bisa lain, perlu mengembangkan industri manufaktur yang memberikan nilai tambah pada berbagai komoditas. Hilirisasi harus dikembangkan agar pemanfaatan kekayaan komoditas yang ada tetap terjadi. Karena itu, semangat memperbaiki diri, termasuk paradigma dan pola pikir, harus dilakukan. Kini saatnya keluar dari era komoditas dan masuk ke era industri manufaktur.

Begitu juga memperbaiki diri dalam mengembangkan pariwisata yang pada dasarnya memberikan devisa, dana segar langsung kepada masyarakat di tempat tujuan pariwisata itu berada. Hanya dituntut sikap ramah, tulus, dan penuh senyum kepada turis yang datang. Devisa pun datang.

Penulis : (PIETER P GERO), Kompas.

 

Download to pdf: [klik di sini]

 

 


Kolom Facebook

Kolom Workshop Terbaru